Lambang burung garuda adalah simbol kebesaran dan kejayaan indonesia. maka dari itu, sebagai warna negara indonesia. wajib bagi kita untuk mengenal lebih dalam mengenai Simbol kebesaran Negara Republik Indonesia

 

Sejarah singkat

Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.

Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.

Pembuat Lambang Garuda Pancasila

Adalah Sultan Hamid II ,Perancangan lambang negara dimulai pada Desember 1949, beberapa hari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara. Dari berbagai usul lambang negara yang diajukan ke panitia tersebut, rancangan karya Sultan Hamid II lah yang diterima.
Sultan Hamid II (1913–1978) yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan sultan dari Kesultanan Pontianak, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada era Republik Indonesia Serikat.
Setelah disetujui, rancangan itupun disempurnakan sedikit demi sedikit atas usul Presiden Soekarno dan masukan berbagai organisasi lainnya, dan akhirnya pada bulan Maret 1950, jadilah lambang negara seperti yang kita kenal sekarang. Rancangan final lambang negara itupun akhirnya secara resmi diperkenalkan ke masyarakat dan mulai digunakan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan disahkan penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP 66/1951, dan kemudian tata cara penggunaannya diatur melalui PP 43/1958.
Meskipun telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi untuk lambang negara itu, sehingga muncul berbagai sebutan untuk lambang negara itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama Garuda Pancasila baru disahkan secara resmi sebagai nama resmi lambang negara pada tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui amandemen kedua UUD 1945.

Sejarah Kelahiran Lambang Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia

Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949), disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konfrensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (pada saat itu masih bernama Republik Indonesia Serikat) untuk memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II yang ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara; dengan susunan panitia teknis : Muhammad Yamin sebagai ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Ng Poerbatjaraka; sebagai panitia yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang. Rancangan Lambang Negara berupa Garuda Pancasila milik Sultan Hamid II dipilih karena mengacu kepada ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) Ir. Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya disetujui oleh Presiden Soekano pada tanggal 10 Februari 1950 dan diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle (Lambang Negara Amerika Serikat). Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara yang mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.

Sampai sekarang, Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak, tanah kelahiran Sultan Hamid II, sang Pencipta Lambang Negara Indonesia.

Rancangan Lambang Negara oleh M Yamin :

clip_image001

Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang

Rancangan Lambang Negara oleh Sultan Hamid II :

clip_image002

 

clip_image003

Rancangan-rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional Garuda yang bertubuh manusia dan belum disempurnakan.

clip_image004

Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa jambul dan posisi cakar di belakang pita.

clip_image005

Penyelesaian penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara oleh Sultan Hamid II, dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara.

Deskripsi dan Filosofi Garuda Pancasila

Garuda

• Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuna dalam sejarah bangsa Indonesia (Nusantara), yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.

• Mitologi garuda berasal dari kebudayaan Hindu. Garuda digambarkan sebagai manusia burung dengan bulu keemasan, dan memiliki mahkota di kepalanya. Konon ukuran tubuh garuda sangatlah besar sehingga mampu menutupi matahari. Garuda juga sering digambarkan sebagai kendaraan Vishnu. Menurut Mahabarata, konon saat Garuda lahir dari telurnya, bumi gonjang ganjing (seperti waktu sun go kong lahir di film >.<) sehingga para dewa memohon padanya untuk tenang. Garuda adalah anak Kasyapa dan Vinata. Vinata memiliki hutang terhadap Kadru, ibu para ular karena suatu pertaruhan. Untuk menghapus hutang tersebut, Garuda diminta Kadru untuk memberikan obat keabadian yg disebut Amrita padanya.

Garuda kemudian mencuri Amrita dari tempat para dewa. Meskipun para dewa bersatu menghadang Garuda, mereka bukanlah tandinganya. Dalam perjalanan pulang, Garuda bertemu dengan Vishnu, Vishnu berjanji akan memberikan keabadian pada Garuda biarpun tanpa meminum Amrita, sebagai gantinya Garuda menjadi kendaraan Vishnu.

Kemudian Garuda bertemu dengan Indra dan sekali lagi dia mendapat penawaran. Garuda berjanji akan memberikan Amrita pada Indra dan Indra akan memberikan para ular sebagai makanan Garuda. Akhirnya Garuda memberikan Amrita pada para ular untuk menghapus hutang ibunya, setelah Amrita diberikan, Indra turun dari langit, merebut Amrita, dan menghabisi para ular. Sejak saat itu Garuda menjadi rekan para dewa, tunggangan kebanggan Vishnu, sekaligus menjadi musuh utama para ular.

• Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.

• Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.

• Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 :

• 17 helai bulu pada masing-masing sayap

• 8 helai bulu pada ekor

• 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor

• 45 helai bulu di leher

Perisai

• Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.

• Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.

• Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.

• Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara pancasila.

Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut :

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam

2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah

3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih

4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah

5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Makna Warna pada Garuda Pancasila

Ada beberapa warna yang terdapat pada Lambang Garuda Pancasila ini. Warna-warna yang dipakai menjadi warna pada lambang Garuda Pancasila ini memiliki arti dan makna tersendiri.

· Warna merah memiliki artian keberanian.

· Warna putih memiliki arti kesucian, kebenaran, dan kemurnian.

· Warna kuning berarti kebesaran, kemegahan, dan keluhuran.

· Warna hijau artinya adalah kesuburan dan kemakmuran.

· Dan warna yang terakhir adalah hitam yang memiliki makna keabadian.

Letak Warna Pada Bagian-bagian Garuda Pancasila

· Warna-warna yang dipakai dalam lambang Garuda Pancasila ini tidak boleh diletakkan sembarangan karena warna-warna tersebut sudah ditentukan diletakkan pada bagian-bagian yang mana saja di lambang Garuda Pancasila.

· Warna kuning diletakkan sebagai warna Garuda Pancasila, untuk warna bintang, rantai, kapas, dan padi.

· Untuk warna merah digunakan sebagai warna perisai kanan bawah dan kiri atas yang terdapat pada lambang Garuda Pancasila ini.

· Warna putih dipakai untuk memberikan warna perisai kanan atas dan kiri bawah. Pita yang dicengkeram dalam Garuda Pancasila ini juga diberikan warna putih.

· Warna hijau digunakan sebagai warna pohon beringin.

· Sedangkan Warna hitam menjadi warna kepala banteng yang terdapat dalam lambang Garuda Pancasila ini. Warna hitam juga digunakan untuk warna perisai tengah latar belakang bintang, serta untuk mewarnai garis datar tengah perisai. Warna hitam ini juga digunakan sebagai warna tulisan untuk semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".

Pita

 Bertuliskan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

• Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.

• Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Mengapa Lambang Burung Garuda Menghadap kekanan.?

Menurut sejumlah pihak, hal itu dikarenakan Arah Kanan melambangkan kebenaran, keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.

Burung garuda menghadap ke kanan juga di percaya karena akan membawa bangsa indonesia ke jalan yg benar.

Hal itu juga membuat lambang Burung garuda lebih berwibawa dimata dunia.

 

Bentuk Rupa Burung Garuda

clip_image006

Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) / Garuda Eagle

clip_image007

Ilustrasi kuno Garuda, Dewa mitologi umat Hindu sebagai Tunggangan Dewa Wisnu

clip_image008

Ilustrasi modern Garuda, Dewa mitologi umat Hindu


Catatan sejarah hukum Lambang Negara

Mengapa transkrip, file ini perlu dipaparkan secara tranparan kepada publik, karena mengingat wasiat Sultan Hamid II (1974) sewaktu menyerahkan file arsip perancangan lambang negara kepada Mas Agung (Ketua Yayasan Idayu Jakarta) 18 Juli 1974:

"Mungkin ini adalah yang dapat saya sumbangkan kepada bangsa saya, dan "Mudah­-mudahan sumbangan pertama saya (buku-buku dan dokumen file mengenai lambang negara) ini bermanfaat bagi negara yang dicintai oleh kita".

   Juga merujuk kepada keterangan Mohammad Hatta itu tentang lambang negara RI hasil rancangan Sultan Hamid II :

clip_image010

“..... Patut pula ditambahkan sebagai catatan bahwa lambang dengan tulisan yang mempunyai arti yang demikian mendalam itu, dipadukan menjadi seperti sekarang ini, dengan melalui sayembara waktu RIS dulu dan dilaksanakan oleh Menteri Priono, Banyak gambar yang masuk waktu itu, tetapi yang terbaik akhirnya ada dua buah, satu dari Muhammad Yamin dan yang satu lagi dari Sultan Hamid. Yang diterima oleh Pemerintah dan DPR adalah dari Sultan Hamid yakni seperti sekarang ini. Adapun dari Muhammad Yamin ditolak, karena disana ada gambar sinar-sinar matahari dan menampakan sedikit banyak disengaja atau tidak pengaruh Jepang.Saya berpendapat bahwa apa yang ada sekarang itu, seperti uraian saya tadi sudah tepat dan bernilai abadi bagikehidupan negara dan bangsa Indonesia".

Dari Fakta historis, yaitu berupa proposisi yang dinyatakan oleh  Mohammad Hatta, dalam bukunya Bung Hatta Menjawab:

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno, setelah kita merdeka semboyan itu kemudian diperkuat dengan lambang yang dibuat oleh Sultan Abdul Hamid Pontianak dan diresmikan pemakaiannya oleh Kabinet RIS tanggal 11 Februari 1950         

Sekilas Sejarah Hukum Lambang Negara RI.

          Fakta sejarah memaparkan, bahwa salah satu sumbangan bahan untuk mengambar atau merancang lambang negara adalah dari anak bangsa, yaitu dari Ki Hajar Dewantoro dan berikut ini Surat Ki Hajar Dewantoro, 1950 kepada paduka tuan Sultan Hamid II :

Yogyakarta, 26 Januari 1950

“Merdeka!

        Menarik kawat paduka Tuan hari ini, yang bermaksud atas Nama Yang Mulia Menteri Negara R.I.S Sri Sultan Hamid ke II mengundang saya pergi ke Jakarta untuk keperluan "Panitia Lambang Negara",maka dengan ini saya memberitahukan kepada Paduka Tuan:

1. Bahwa pada waktu ini ada beberapa keperluan serta pekerjaan yang penting bagi saya di Yogyakarta, sehingga sukariah bagi saya untuk pergi ke Jakarta.

2. Bahwa kalaulah benar saya diangkat menjadi anggota dari pada"Panitia Lambang Negara RIS" sebenarnya tentang rancangan membuat lambang itu sudah pemah dilakukan penyelidikan yang seksama oleh "Panitia Indonesia Raya", yang dulu dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia Raya, yang saya menjadi ketuanya, sedangkan saudara Mr Muhammad Yamin duduk menjadi sekretaris umum. Dalam penyelidikan itu saudara Mr Muhammad Yamin sendiri lebih mengetahui segala apa yang direncanakan oleh"Panitia Indonesia Raya " tersebut dari pada saya sendiri.

3. Bahwa kalau sungguh-sungguh diperlukan pendapat atau nasehat saya dalam Panitia lambang Negara R.I.S. sekarang ini, maka cukuplah kiranya ketua Panitia Mr Muhammad Yamin atau anggota lainnya pergi ke Yogya untuk bertukar pikir dengan saya, atau cukuplah barangkali, bisa saya hanya mengirimkan nasehat atau usuldengan tertulis kepada Panitia di Jakarta. Dalam hal ini alangkahbaiknya, jika Panitia mengirimkan pertanyaan-pertanyaan yang tertentu kepada saya untuk saya jawab.

        Demikianlah keterangan saya atas isi kawat, yang hari ini sayakirimkan kepada Paduka Tuan, sebagai balasan kawat Paduka Tuankepada saya.

Hormat Salam.... Merdeka
Dewantoro

Berdasarkan sejarah hukum  pendekatan analisis Hukum Tata Negara dengan metode Yuridis Normatif seperti dinyatakan oleh A.G Pringgodigdo dalam Bukunya Sekitar Pancasila, yang diterbitkan oleh Departemen Pertahanan Keamanan, Pusat Sejarah ABRI, 1978:

      “Berdasarkan atas pasal 3 Konstitusi itu (RIS) pada tanggal 11 Februari 1950 Pemerintah RIS telah menetapkan lambang negara, yang berupa lukisan burung Garuda dan Perisai, yang terbagi dalam 5 ruang yang mengingatkan kepada PANCASILA. Pada waktu itu burung Garuda kepala “gundul”, tidak pakai “jambul”. Hal ini berubah dalam Lambang Negara Republik Indonesia Kesatuan, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tanggal 17 Oktober 1951 No 66 Tahun 1951” .

     Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang Negara, bahwa  Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu: 1 Burung Garuda, yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanan, 2. Perisai berupa Jantung dengan rantai pada leher Garuda, 3 Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkram Garuda. Selanjutnya Pasal  2 menyatakan Perbandingan-perbandingan ukuran adalah menurut gambar tersebut dalam Pasal 6, Warna terutama dipakai adalah tiga, yaitu Merah Putih dan Kuning Emas, sedang dipakai pula warna hitam dan warna sebenarnya dalam Alam, selanjutnya Pasal 5 dibawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-kuno, yang berbunyi BHINNEKA TUNGGAK IKA, selanjutnya ditegaskan pada pasal 6: Bentuk, warna dan perbadingan ukuran Lambang Negara Republik Indonesia adalah seperti terlukis dalam Lampiran pada Peraturan Pemerintah ini. (cetak tebal dari penulis)

       Analisis akademis berdasarkan sejarah hukum perancangan lambang negara yang telah dijelaskan diatas, pertanyaan yuridisnya adalah lukisan lambang negara siapakah yang dilampirkan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951 itu ? Tiada lain adalah gambar terakhir dari perbaikan rancangan Sultan Hamid II kemudian pada tanggal 9 Juli 2009  Presiden Republik Indonesia: DR. H. Susilo Bambang Yodoyono melalui Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Andi Mattalatta mengundangkan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaandalam Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035 yang mengacu pada Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen kedua dipertegas pada Pasal 36 A: Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

             Sebagai pelaksanaan dari pasal 36 C UUD 1945, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan diatur dengan Undang-undang, maka selanjutnya oleh DPR bersama Pemerintah diterbitkan UU No 24 Tahun 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN yang menyatakan kembali, bahwa :

            Pasal 1 angka 3: "Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian pada Pasal 46 Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda".

            Pasal 47 ayat (1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. Ayat (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.

         Pasal 48 ayat (1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. Ayat (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan dilambangkan  dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai. (perhatikan bukankah menggunakan konsep "Thawaf" sebagai dijelaskan oleh Sultan Hamid II dalam transkripnya).

        Lebih lanjut pada Pasal 49: "Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang".

            Pasal 50 "Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini".

    Berdasarkan Pasal 50 UU No 24 Tahun 2009 diatas secara yuridis normatif mempertegas kembali pasal 6 PP No 66 Tahun 1951 berkaitan dengan lampiran resmi gambar lambang negara Republik Indonesia yang sebenarnya tidak lain merupakan gambar rancangan lambang negara yang terakhir hasil perbaikan dari Sultan Hamid II yang sejak awal menjadi lampiran resmi peraturan perundang-undangan tentang lambang negara (PP No 66 Tahun 1951) dan sekarang menjadi lampiran resmi UU No 24 Tahun 2009), dan lambang negara yang oleh Sultan Hamid dinamakan Rajawali –Garuda Pancasila sesungguhnya adalah simbolisasi dari dasar negara republik Indonesia Pancasila sebagaimana ditegaskan oleh Presiden Soekarno berikut ini.

Pada tanggal 22 Juli 1958 Presiden Soekarno memberikan pidato yang berkaitan dengan lambang negara di Istana Negara yang intinya antara lain kegagahan Burung Rajawali Garuda Pancasila, dan kaitannya lambang negara dengan dasar negara Pancasila. Adapun isi selengkapnya pidato tersebut sebagai berikut:

“Saudara-saudara, lihatlah Lambang Negara kita di belakang ini, alangkah megahnya, alangkah hebat dan cantiknya.

Burung Elang Rajawali, garuda yang sayap kanan dan sayap kirinya berelar 17 buah, dengan ekor yang berelar 8 buah, tanggal 17bulan 8, dan yang berkalungkan perisai yang di atas perisai itutergambar Pancasila. Yang di bawahnya tertulis seloka buatan EmpuTantular "Bhinneka Tunggal Ika", Bhina Ika Tunggal Ika, Berjenis-­jenis tetapi tunggal.

Pancasila yang tergambar di pusat bintang cermelang atas dasar hitam, sinar cermerlang abadi dari pada Ketuhanan Yang Maha Esa, pohon beringin lambang kebangsaan. Rantai yang terdiri dari pada gelang-gelangan dan persegi dan bundar yang bersambung satu sama lain dalam sambungan yang tiada putusnya, peri kemanusiaan.

Banteng Indonesia lambang kedaulatan rakyat. Kapas dan padi lambang kecukupan sandang-pangan, keadilan sosial.

Lihatlah sekali lagi, aku berkata indahnya Lambang Negara ini, yang menurut pendapat saya Lambang Negara RepublikIndonesia ini adalah yang terindah dan terhebat dari pada seluruh lambang-lambang Negara di muka bumi ini. Saya telah melihat dan mempelajari lambang-lambang negara yang lain-lain. Tapi tidak adasatu yang sehebat, seharmonis seperti Lambang Negara RepublikIndonesia. Lambang yang telah dicintai oleh rakyat kita sehingga jikalau kita masuk ke desa-desa sampai kepelosok-pelosok yang paling jauh dari dunian ramai, lambang ini sering dicoretkan orang di gardu-gardu, di tembok-tembok, di gerbang-gerbang, yang orang dirikan dikalau hendak menyatakan suatu ucapan selamat datang kepada seorang tamu.

Lambang yang demikian telah terpaku di dalamnya kalbu Rakyat Indonesia, sehingga lambang ini telah menjadi darah daging rakyat Indonesia dalam kecintaannya kepada Republik, sehingga bencana batin akan amat besarlah jikalau dasar negara kita itu dirobah, jikalau Dasar Negara itu tidak ditetapkan dan dilangengkan: Pancasila. Sebab lambang negara sekarang yang telah dicintai oleh Rakyat Indonesia sampai ke pelosok-pelosok desa itu adalah lambang yang bersendikan kepada Pancasila. Sesuatu perobahan dari Dasar Negara membawa perobahan dari pada lambang negara.

Saya mengetahui bahwa jikalau lambang negara ini dirobah, sebagian terbesar dari pada Rakyat Indonesia akan menolaknya. Cinta rakyat Indonesia kepada lambang ini telah terpaku sedalam-dalamnya di dalam jiwanya, berarti cinta sebagian terbesar dari pada Rakyat Indonesia kepada Pancasila. Lihatlah sekali lagi kepada Lambang Negara kita Pancasila, yang dilukiskan diatas burung garuda.”

Catatan dari Penelitian Sejarah Hukum Lambang Negara.

            Berdasarkan paparan pendekatan sejarah hukum di atas ada hal yang menarik dari sisi akademis adalah mengapa bangsa Indonesia memilih figur burung Garuda pada latar belakang  awal rancangannya, sedangkan gambar lambang negara yang digunakan sekarang ini menggunakan figur burung Elang Rajawali atau berbanding lurus dengan file-file dan rancangan terakhir dari Sultan Hamid II sebagaimana gambar resminya atau lukisannya terlampir dalam PP No 66 Tahun 1951 (Pasal 6) atau sekarang menjadi lampiran resmi UU  No 24 Tahun 2009 (Pasal 46 jo 50) yang mengambil figur burung Elang Rajawali yang digantungi Perisai Pancasila dan cakar kakinya mencekram pita berisikan seloka Bhinneka Tunggal Ika, adakah sebuah pergeseran  perspektif simbolisasi dari Sultan Hamid II ketika membuat gambar lambang negara dalam proses perancangannya, dan kapan ditetapkan menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama kali?, untuk menjawab pertanyaan itu patut disadari, bahwa penelitian sejarah hukum memerlukan pembuktian dengan penelusuran dokumen sejaman.

Sebagaimana terungkap pada fakta sejarah, bahwa perancangan lambang negara ini  dibentuk sebuah Panitia Lambang Negara RIS 10 Januari 1950 yang dikoordinator oleh Menteri Negara RIS Zonder Forto Folio: Sultan Hamid II yang struktur keanggotaan kepanitiaanya terdiri Muhammad Yamin (Ketua), Ki Hajar Dewantoro (anggota), M.A Pellaupessy, (anggota), Moh. Natsir anggota), R.M. Ng Purbatjaraka (anggota). Panitia ini bertugas menyeleksi/menilai usulan-usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah, selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No 2 Tahun 1949 tanggal 20 Desember 1949, Sultan Hamid II merencanakan gambar lambang negara RIS sebagai tugas yang diperintahkan oleh Presiden Soekarno,  beliau meminta masukan kepada Ki Hajar Dewantara yang kemudian ditindak lanjuti oleh Ki Hajar Dewantara dengan mengirim Surat dari Yogyakarta kepada Sultan Hamid II tanggal 26 Januari 1950 serta juga memberikan bahan masukan atau usulan berupa gambar-gambar figur garuda yang terdapat pada candi-candi  di pulau Jawa dan simbol-simbol dalam peradaban bangsa Indonesia yang merupakan hasil Penyelidikan Panitia Indonesia Raya, 1945 yang diketuai oleh Mr Muhammad Yamin, hal ini terpaparkan secara jelas pada sketsa coretan gambar awal yang dibuat oleh Sultan Hamid II, patut diketahui ketika pertama kali beliau membuat gambar lambang negara, pada sketsa awal  ada dua perbandingan yang dilakukan Sultan Hamid II, yaitu Gambar-gambar figur burung garuda  di berbagai Candi di Jawa berdasarkan penyelidikan Panitia Indonesia Raya, dan Gambar-gambar lambang negara dan militer Polandia 1946-1947 serta gambar-gambar lambang-lambang negara di dunia yang menggunakan figur burung Elang Rajawali. (Yaman, Irak, Iran, Saudi Arabia, Amerika, dsb) yang kemudian dipadukan secara brilian atau discursive dengan kearifan lokal berupa lambang-lambang yang berasal dari daerah-daerah dari belahan nusantara, seperti pohon beringin, padi kapas, perisai, garis Equator/Khatulistiwa, Nur cahaya bintang dan figur Garuda Lambang Kerajaan Sintang sebagai salah satu bahan pembanding garuda yang berada pada mytologi dan sastra dalam peradaban bangsa Indonesia.

         Jika kita mengacu pada penjelasan Pasal 3 PP No 66 Tahun 1951 secara historis menyatakan:

    "Burung Garuda, yang digantungi Perisai itu ialah lambang, tenaga pembangun (creatif vermogen) seperti dikenal pada peradaban Indonesia.

    Burung Garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan Burung Elang Rajawali. Burung itu dilukiskan di Candi Dieng, Prambanan, dan Penataran. Ada kalanya dengan memakai lukisan berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap (Dieng); di candi Prambanan dan di candi Jawa Timurrupanya seperti burung dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lihatlah lukisan garuda di candi Mendut, Prambanan dan di candi-candi Sukuh, Kendal di Jawa Timur.

    Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mytologi Indonesia.

    Lencana garuda pernah dipakai oleh Prabu Airlangga pada abad kesebelas, dengan bernama Garudamukha. Menurut patung belahan beliau dilukiskan dengan mengendarai seekor Garuda.

     Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji­-panji sayap garuda yang di tengah-tengahnya berdiri sebelah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan = 8 Agustus)"

      Merujuk secara historis yuridis kepada penjelasan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951 di atas, jelaslah bahwa lambang negara yang berbentukburung Rajawali itu, ide awalnya adalah figur burung garuda sebagaimana dikenal pada peradaban bangsa Indonesia. Hal ini dapatlah dibenarkan jika memperhatikan dokumen gambar sketsa awal rencana lambang negara yang dirancang oleh Sultan Hamid II yang pada hasil akhirnya (ciptaan pertama Sultan Hamid II) yang sudah ditolak oleh anggota Panitia Lencana Negara, M Natsir pada tanggal 8 Februari 1950 dan kemudian pada proses perjalanannya atas masukan Presiden Soekarno dirubah menjadi figur burung Elang Rajawali oleh Sultan Hamid II sebagaimana terlihat pada dokumen gambar rancangan yang diserahkan kepada Presiden Soekarno tanggal 10 Februari 1950, kemudian pada tanggal 11 Februari 1950 oleh Pemerintah Kabinet RIS dan DPR RIS diresmikan atau ditetapkan menjadi Lambang Negara RIS, tetapi gambar lambang negara ini masih mendapat masukan dari Presiden Soekarno, karena pada bagian kepalannsya "gundul" yang selanjutnya oleh Sultan Hamid II disempurnakan menjadi figur kepala burung Elang Rajawali, dan untuk kesekian kali masih mendapat masukan dari Presiden Soekarno, yaitu pada bagian kaki, karena cakar kaki burung Elang Rajawali Pancasila yang mencekram pita berisi seloka Bhinneka Tunggal Ika ternyata menghadap kebelakang dan untuk menyempurnakannya Presiden Soekarno memerintahkan kepada Sultan Hamid II untuk berkonsultasi dengan D. Ruhl Jr seorang ahli Lambang (semiologi) berkebangsaan Perancis, dan gambar rancangan perbaikannya disetujui/disposisi oleh Presiden Soekarno tanggal 20 Maret 1950 dan sketsa D Ruhl Jr inilah kemudian atas perintah Presiden Soekarno dilukis kembali oleh Dullah seorang pelukis Istana dan hasil lukisan lambang negara selanjutnya disebarkan ke seluruh pelosok Nusantara Republik Indonesia Serikat, dan pada penyempurnaan akhir oleh Sultan Hamid II disempurnakan dengan menambahkan skala perbandingan ukuran dan bentuk serta tata warna dan file gambar lambang negara ini kemudian diserahkan kepada H Mas Agung, 18 juli 1974 di Yayasan Idayu jalan Kwitang, Jakarta dan gambar dimaksud itulah yang menjadi  gambar lambang negara resmi Republik Indonesia dibawah UUDS 1950 sebagai lampiran resmi: PP No 66 Tahun 1951 sebagaimana dinyatakan pada Pasal 6 yang menyatakan: "Bentuk, warna dan perbandingan ukuran Lambang Negara Republik Indonesia adalah seperti terlukis dalam lampiran pada Peraturan Pemerintah ini", oleh karena itu secara yuridis historis, bahwa gambar lambang negara yang dilampirkan dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951 adalah gambar Lambang Negara hasil Rancangan Akhir Sultan Hamid II dan merupakan penyempurnaan gambar lambang negara RIS yang ditetapkan 11 Februari 1950 oleh Pemerintah dan DPR (Parlemen) RIS, artinya dari pendekatan sejarah perancangannya dan pembuktian dokumen sejaman, bahwa sebenarnya Lambang Negara yang digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia sekarang ini adalah adalah Lambang Negara yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR (Perlemen) RIS, 1950 (11 Februari 1950), karena dari  17 Agustus 1945 sampai dengan 10 Februari 1950 secara de fakto negara Republik Indonesia belum memiliki lambang negara, dan secara de jure  17 Agustus 1951 baru memiliki lukisan Lambang Negara yang sebenarnya juga adalah hasil penyempurnaan terakhir dari gambar Lambang Negara rancangan Sultan Hamid II yang ditetapkan oleh Pemerintah/ Kabinet RIS dan DPR (Parlemen) RIS, 11 Februari 1950 yang disempurnakan secara terus menerus/on going prosses sampai dengan akhir Maret 1950, sebagaimana gambar lambang negaranya disempurnakan terakhir kalinya oleh Sultan Hamid II dengan menambahkan skala perbandingan ukuran dan bentuk serta tata warna dan file gambar lambang negara ini kemudian diserahkan kepada H Mas Agung, 18 juli 1974 di Yayasan Idayu jalan Kwitang, Jakarta dan gambar yang sama tersebutlah yang sekarang sejak tahun 1951 menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan Pasal 6, dengan perkataan lain Lukisan Gambar Lambang Negara yang dipakai sampai sekarang ini sesungguhnya adalah Lambang Negara Resmi dari Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949-1950  dibawah Konstitusi RIS 1949 yang kemudian digunakan pada masa Republik Indonesia dibawah UUDS 1950 dan pada tanggal 5 Juli 1959 digunakan kembali dibawah UUD 1945, berdasarkan pasal II aturan peralihan UUD 1945 dan pada era reformasi dimasukan sebagai atribut kenegaraan secara konstitusional sebagai hasil masukan Dialog Nasional Lambang Negara di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat bertempat di Hotel Kapuas Palace, 2 Juni 2000 dari tokoh-tokoh masyarakat, peneliti, pakar dengan anggota DPR-MPR PAH I MPR RI yang kemudian menjadi rekomendasi resmi untuk rumusan amandemen kedua dari UUD 1945 tahun 2000, sebagaimana pada rumusan amandemen pasal 36 A: : "Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika" yang merupakan ikhtiar bangsa Indonesia untuk memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan ditengah kehidupan global dan hubungan internasional yang terus berubah dan dimaksudkan menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa, tak terkecuali bangsa dan negara Indonesia, kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, tetapi hal itu tetap penting karena menunjukan identitas dan jatidiri bangsa serta kedaulatan suatu negara dalam pergaulan internasional, sekaligus merupakan simbolisasi dari dasar negara, ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Masihkah kita sadar diri sebagai bangsa yang relegius untuk memahami jatidiri bangsa melalui filosofis Pancasila berthawaf dalam lambang negara, renungkan pandangan Presiden Soekarno di dalam ceramahnya mengenai Pancasila Dasar Filsafat Negara (1960) antara lain ditegaskan:

"Agama tidak memerlukan territoor, agama juga mengenai manusia. Tapi lihat orang yang beragama pun, - aku beragama, engkau beragama, orang Kristen di Roma beragama, orang Kristen di negeri Belanda beragama, orang Inggris yang duduk di London beragama, pendeknya orang yang beragama yang dalam agamanya tidak mengenal territoor, kalau ia memindahkan pikirannya kepada keperluan negara, ia tidak boleh harus berdiri di atas territoor, di atas wilayah. Tidak ada satu negara, meskipun negara itu dinamakan negara Islam, tanpa territoor. Pakistan yang menamakan dirinya Negara Islam, Republik Islam Pakistan, toh mengakui territoor. Bahkan pendiri dari pada Republik Pakistan, yaitu Mohammad Ali Jinnah, ia berkata – historis ucapan ini - : "We are a nation". Ini salah satu argumen dari pada Mohammad Ali Jinnah tatkala ia mendirikan Pakistan. Bukan saja ia berkata "we are a religion", kita satu agama ia berkata "we are a nation", kita satu bangsa.

4 komentar:

  1. SANGAT BERMANFAAT !!
    KARENA BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI JASA PAHLAWANNYA
    IR.SOEKARNO

    BalasHapus
  2. Kag.. bleh tau nama bukunya apa ya yang menyangkut sejarah lambang negara?

    BalasHapus
  3. Agenpoker.biz merupakan solusi judi poker online terbaik dalam permainan poker. Segera daftarkan diri anda dan dapatkan Bonus Depo Awal Member Baru dan juga Bonus Pulsa hanya di AGENPOKER.BIZ , Jadilah jutawan hanya dengan modal 10.000 rupiah sekarang juga !!!!

    BalasHapus